SATUKAN AKSI UNTUK BERKREASI & BERINOVASI

Sabtu, 02 Oktober 2010

Menanti Kesatian Pancasila

TIAP 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Bangsa Indonesia meyakini pancasila sebagai dasar dan falsafah negara, pandangan hidup dan jiwa bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan penyelenggaraan negara. Semua hukum dasar tertulis (UUD), hukum tidak tertulis (konvensi) dan semua hukum/peraturan perundang-undangan yang berlaku harus bersumber dan berada di bawah pancasila.

Nilai-nilai pancasila tertuang dalam pasal-pasal UUD 1945 yang sudah mengalami beberapa kali perubahan (amandemen). Namun dalam praktik di lapangan tidak sesuai dengan isi dan maksud dari tiap pasal dalam UUD 1945 yang bersumber dari pancasila.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memuat adanya jaminan tiap penduduk untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Setiap warga negara memiliki keyakinan dan ketakwaan kepada Tuhan YME dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Tapi aliran sesat menjamur. Padahal itu merupakan penodaan, penistaan, penyimpangan agama dan penghancuran Islam secara terang-terangan. Kristenisasi/pemurtadan yang dilakukan oleh misionaris juga sering terjadi di berbagai daerah, salah satunya di Aceh. Mereka masuk lewat lembaga swadaya masyarakat (LSM) ataupun dengan memberikan bantuan terhadap orang-orang yang terkena bencana dan bantuan kepada rakyat miskin. Sementara pemerintah kurang peka dan terkesan tidak peduli.

Sila kemanusiaan yang adil dan beradab memuat adanya prinsip persamaan harkat dan martabat. Setiap orang berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya, berhak bekerja, mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Warga berhak mengeluarkan pendapat, berhak hidup sejahtera lahir dan batin serta memiliki tempat tinggal, dan berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Tapi faktanya masih banyak anak yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena biaya pendidikan yang mahal, banyak pengangguran, perlakuan berbeda antara orang kaya dan orang miskin di hadapan hukum. Tidak semua orang bebas mengeluarkan pendapat, hanya pendapat yang menyangkut kepentingan birokrat, pemilik modal dan pihak asing yang didengarkan, sedangkan pendapat yang prorakyat tidak dihiraukan.

Masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan, bahkan di antara mereka ada yang tidak punya tempat tinggal sehingga harus menjadi gelandangan dan pengemis (gepeng).

Biaya kesehatan yang mahal menjadikan mereka makin terpuruk. Walaupun sudah ada Askeskin dan Jamkesmas, tapi tetap saja mereka tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal.

Sila persatuan Indonesia memuat adanya perjuangan, rela berkorban dan rasa kebangsaan, adanya persatuan bangsa dan suku bangsa.

Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan memuat kedaulatan negara ada di tangan rakyat, Mendahulukan kepentingan negara dan masyarakat, musyawarah mufakat.

Dalam sistem kapitalis tidak semua rakyat berdaulat, hanya rakyat tertentu yang mempunyai kedaulatan yaitu rakyat yang duduk di pemerintahan. Mereka yang menentukan kebijakan yang tentunya sesuai dengan keinginan birokrat, pemilik modal, dan pihak asing, sehingga tidak aneh banyak kebijakan yang dikeluarkan tidak prorakyat. Contohnya kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan BBM, pengurangan subsidi beras dan lainnya.

Rakyat biasa hanya bisa pasrah dengan kondisi yang ada padahal rakyatlah yang memberikan kekuasaan kepada para pejabat pemerintah. Tetapi setelah mereka berkuasa lupa dengan nasib rakyat yang makin terpuruk.

Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia memuat setiap rakyat diperlakukan dengan adil dalam bidang hukum, ekonomi, kebudayaan dan sosial.

Untuk itu, cabang-cabang produksi dan semua kekayaan alam berupa minyak, batu bara, emas dan lainnya dikuasai dan dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat.

Tapi faktanya banyak BUMN yang diprivatisasi, sehingga bukan negara lagi yang mengelola tapi sudah diserahkan kepada swasta.

Kekayaan alam Indonesia banyak yang dikelola swasta melalui privatisasi yang dilindungi dengan UU Migas, UU Minerba, UU SDA dan lainnya. Akibatnya bukan rakyat yang menikmati hasilnya tapi pemilik modal. Dengan demikian upaya memakmuran rakyat belum optimal. Jutaan rakyat hidup miskin, anak-anak menjadi gelandangan.

Sangat ironis, Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah tapi rakyatnya banyak yang miskin karena hasil kekayaan alam tidak digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Distribusi pendapatan negara pun tidak merata, sehingga pembangunan di berbagai wilayah tidak seimbang.
Oleh: Melly Agustina Permatasari SPd*

0 komentar:

Posting Komentar